PESISIR SELATAN - Oknum Kepala SMA berstatus negeri di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat tetap melakukan pungutan liar dengan kedok uang komite meski perekonomian masyarakat melesu akibat pandemi Covid-19.
Padahal praktik tersebut bertentangan dengan Permendikbud 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah, di pasal 10 ayat 2 di permendikbud itu disebutkan, bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan, atau sumbangan, bukan pungutan.
Terkait pungutan dimaksud, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VII, Mahyan tidak bisa membantah, ia hanya beralasan bahwa pungutan tetap dilangsungkan untuk meningkatkan kualitas sekolah.
Kendati demikian ia memastikan bahwa pungutan uang komite terjadi karena kelalaian dari komite sekolah, dan kepala sekolah hanya menggunakan dana yang ada.
Salah seorang Asisten Ombudsman RI, Kgs Chris Fither seperti dilansir ombudsman.go.id, menyebut, pungutan liar atau pungli dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pelaksana pelayanan publik dengan cara meminta pembayaran uang yang tidak sesuai, atau tidak ada aturan atas layanan yang diberikan kepada pengguna layanan.
Seperti dikutip dari saberpungli.id, Sekretaris Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli, Irjen Pol Agung Makbul, pelaku pungli terancam dua pasal KUHP, yakni pasal 368 dengan subjek perseorangan, dan pasal 423 dengan subjek pegawai negeri.
Pasal 368 ancaman hukumannya penjara maksimal sembilan tahun, sedangkan pasal 423 ancaman hukumannya pidana penjara selama-lamanya enam tahun.